Dingin. Hembusan semilir angin malam ini lewat begitu saja, seperti biasa. Dan seperti biasa
pula aku tersenyum lebar sambil melihat barang-barang yang kamu berikan, mereka tertata rapi di tiap sudut kamarku, kamu pasti senang mendengarnya. Aku terus memikirkanmu di temani dinginnya malam, seperti rutinitas-rutinitas sebelumnya. Entah mengapa kesunyian malam seolah menghipnotisku untuk makin terus memikirkanmu sebelum aku terlelap. Hatiku masih berbunga-bunga, mataku masih berbinar-binar mengingat kejadian hari ini. Aku bersyukur kita masih bisa menghabiskan waktu bersama. Dan baru saja, sekitar 10 menit yang lalu kamu pergi dari rumahku. Tapi lucunya, seoalah rasa rinduku terus merengek layaknya tangisan anak kecil meminta balon. Rasa rinduku memaksa, meminta dikabulkan permintaannya untuk bertemu kamu lagi. Bahkan aku sudah mulai merindukanmu sejak kamu berbalik badan berjalan kearah motormu, untuk pulang.
Sebelumnya aku selalu senang tiap tau hari akan berganti,
sayangnya sekarang tidak lagi. Dan dari tatapan matamu aku seolah bisa membaca
sekilas bahwa kamu berpikiran sama denganku. Kita sama-sama enggan semua
berlalu begitu cepat, karena waktu kita ada batasannya. Itu mengapa aku begitu
menikmati momen kebersamaan kita sekarang, aku suka ada di sampingmu. Makin
kesini rasanya hati kecilku terus berbisik bahwa tiap hari akan semakin berat
rasanya mungkin, untuk dijalani. Aku harus siap, kamu juga harus siap. Tolong
yakinkan aku saat aku ragu seperti biasanya,
aku takut. Terus yakinkan aku.
Semoga kamu paham apa yang ku takutkan, Muffin.
Lucu memang memanggilmu Muffin. Tapi perilaku-perilaku manismu selalu mengingatkanku dengan Muffin favoritku. Begitu manis rasanya, semanis hal-hal yang tak henti-hentinya terjadi berdatangan darimu, untukku. Jadi itu memang panggilan sayangku untukmu. Jangan heran.
Semoga kamu paham apa yang ku takutkan, Muffin.
Lucu memang memanggilmu Muffin. Tapi perilaku-perilaku manismu selalu mengingatkanku dengan Muffin favoritku. Begitu manis rasanya, semanis hal-hal yang tak henti-hentinya terjadi berdatangan darimu, untukku. Jadi itu memang panggilan sayangku untukmu. Jangan heran.
Kamu tau, terus bersamamu memang membuat hidupku terasa
lengkap, rasanya hal-hal yang sempat seperti pecah berkeping-keping sekarang bersatu lagi. Seolah kamu memang diciptakan Tuhan untuk datang meperbaiki
tiap kepingan ku yang sudah terpisah, untuk menyatukannya lagi. Namun aku juga
merasa seolah sebagian dari diriku bukan menjadi aku lagi. Bersamamu semua
terasa berbeda. Aku ini perempuan yang berani, kemanapun tanpa seseorang di
sebelahku aku bisa. Aku ini perempuan yang kuat, bahkan sebulan tidak dihubungi
oleh si pemilik hati aku kuat. Aku ini perempuan sabar, melihat si pemilik hati
sibuk bercengkrama dengan teman-teman perempuannya aku selalu berhasil mencoba
biasa saja. Ya, tapi itu dulu. Bersamamu aku berbeda. Aku rupanya kehilangan
sebagian dari diriku ya?
Aku benci mengakuinya, tapi aku tak seperti dulu. Rasanya
sepi, rasanya takut diluar sendiri tanpamu. Rasanya tak aman. Bersamamu aku
terus merasa terlindungi, dan kamu selalu meluangkan waktumu untuk ada disebelahku
sesibuk-sibuknya kamu. Entah ini konyol atau apa tapi alhasil aku terlalu
terbiasa melihatmu disebelahku, terlalu terbiasa ditemani olehmu kemana mana,
terlalu terbiasa merasa terlindungi disampingmu, dan beginilah jadinya. Aku
seperti kecanduan bersamamu. Bingung entah harus senang karena ini membuktikan
aku benar-benar mencintaimu sehingga tak bisa jauh darimu, atau sedih karena
ini membuktikan aku sudah tak semandiri dulu. Aku tidak paham betul. Rasanya
khawatir, rasanya takut saat kamu tak menjawab pesanku 1 jam saja. Atau bahkan
beberapa menit saja pikiranku sudah kemana-mana. Aku mengkhawatirkanmu, terlalu
mencemaskanmu.
Padahal dulu aku bisa sabar menunggu si pemilik hati lamaku memberiku kabar, tapi denganmu aku berbeda. Entah harus senang karena ini tandanya aku benar-benar memperdulikanmu sehingga aku seolah gila kabar, atau harus sedih karena bisa saja ini tandanya aku terlalu over dan tidak bisa setenang dulu.
Padahal dulu aku bisa sabar menunggu si pemilik hati lamaku memberiku kabar, tapi denganmu aku berbeda. Entah harus senang karena ini tandanya aku benar-benar memperdulikanmu sehingga aku seolah gila kabar, atau harus sedih karena bisa saja ini tandanya aku terlalu over dan tidak bisa setenang dulu.
Kamu tau? ada juga hal yang paling menggangguku. Rasanya
dadaku nyeri, perasaanku sakit, tiap melihatmu berbicara atau sekilas
membicarakan perempuan lain. Dulu aku tidak seperti ini. Bahkan orang-orang
sebegitu herannya mengapa aku biasa saja saat pemilik hati lamaku, sebut saja
mantanku, dia bercanda dengan banyak teman perempuannya bahkan candaannya malah
mengarah ke rayuan. Bersamamu rasanya aku seolah rapuh.
Aku takut aku tidak cukup baik untukmu, dan kamu pergi untuk mencari orang lain, yang lebih sempurna mungkin. Aku benci mengakui ini, entah cemburu atau apa tapi ini cukup membuatku terlihat sangat canggung di hadapanmu. Aku sudah tidak sepandai dulu untuk menutupi rasa seperti ini. Dan kamu dengan mudah menebak apa yang terjadi padaku, apa yang aku sembunyikan dengan alasan “Aku tau kamu, kita udah lama bareng”. Aku seolah dibuat skak mat oleh kata-katamu. Ya, aku lupa. Tidak ada yang bisa kusembunyikan dari kamu, karena kamu pasti tau. Kamu lebih tau aku ketimbang diriku sendiri.
Aku takut aku tidak cukup baik untukmu, dan kamu pergi untuk mencari orang lain, yang lebih sempurna mungkin. Aku benci mengakui ini, entah cemburu atau apa tapi ini cukup membuatku terlihat sangat canggung di hadapanmu. Aku sudah tidak sepandai dulu untuk menutupi rasa seperti ini. Dan kamu dengan mudah menebak apa yang terjadi padaku, apa yang aku sembunyikan dengan alasan “Aku tau kamu, kita udah lama bareng”. Aku seolah dibuat skak mat oleh kata-katamu. Ya, aku lupa. Tidak ada yang bisa kusembunyikan dari kamu, karena kamu pasti tau. Kamu lebih tau aku ketimbang diriku sendiri.
Aku sedih harus berkata seperti ini, tapi aku benar-benar minta maaf sudah membuat hari-harimu berat atau terbebani karena ulahku yang atas dasar terlalu takut ini. Aku sadar akhir-akhir ini aku terus membebani pikiranmu. Sederhana saja, aku hanya cemas kamu pergi dan tidak mencintaiku lagi. Itu pokok permasalahannya tapi sukses menciptakan ribuan masalah kecil yang tiap hari siap berkobar seperti lilin lilin yang sudah berbaris rapi disamping korek api.
Maafkan aku, aku ingin menciptakan kenangan indah sebelum pergi. Aku menyesal sering tidak sengaja membuatmu tersakiti. Aku begitu senang kamu sering mengungkapkan bahwa.. rasa cintamu padaku lebih dari apa yang kamu tunjukkan. Dan kamu juga harus ingat satu, rasa cintaku padamu juga lebih, lebih dari apa yang kamu tau.
Lebih dari apa yang kamu tau. Lebih dari apa yang kamu tau, Muffin..
"......."
Lebih dari apa yang kamu tau. Lebih dari apa yang kamu tau, Muffin..
"......."